Bangunan Panggung Rp25 Juta di Desa Ayula Terkesan Mubazir, Tak Miliki Surat Hibah Tanah

Randangan, 31 Oktober 2025 — PressureNews.Com

Sebuah proyek pembangunan panggung kesenian di Desa Ayula, Kecamatan Randangan, Kabupaten Pohuwato, kini menjadi sorotan tajam masyarakat.
Panggung yang dibangun menggunakan Dana Desa (DD) Tahun 2017 senilai Rp25 juta itu, kini terkesan mubazir dan tak bisa dimanfaatkan warga, lantaran tidak memiliki surat hibah tanah yang sah dari pemerintah desa.

Padahal, pembangunan tersebut semula digadang-gadang akan menjadi sarana pengembangan kegiatan pemuda dan hiburan masyarakat. Namun kenyataan di lapangan justru berbalik — bangunan berdiri, uang negara habis, tetapi manfaatnya nol besar.

Sekretaris Desa Ayula Sujahtra Lamusu, saat dimintai keterangan membenarkan bahwa proyek itu didanai dari Dana Desa tahun 2017 dan tertuang dalam APBDes. Ia juga menyebut bahwa menurut keterangan Kepala Desa sebelumnya, inisial ZY, tanah tempat berdirinya panggung tersebut dihibahkan oleh almarhum Ali Suwele.
Namun, ketika diperiksa secara administratif, dokumen hibah yang dimaksud tidak pernah ada.

“Faktanya, sampai bangunan itu berdiri, surat hibahnya tidak bisa ditunjukkan. Setelah dikonfirmasi bersama BPD, memang tidak ada dokumen hibah yang sah,” ungkap Sekdes Ayula Saat di Wawancara.

Ketiadaan surat hibah ini menimbulkan dugaan kuat adanya kelalaian dan pelanggaran dalam pengelolaan dana desa. Akibatnya, bangunan panggung yang semestinya menjadi fasilitas umum justru berdiri di atas tanah tanpa kejelasan status, sehingga tidak dapat digunakan masyarakat maupun pemuda desa.

Salah satu warga, Rahman Mohune, menilai kasus ini sebagai bentuk kelalaian fatal pemerintah desa dan lemahnya fungsi pengawasan BPD pada waktu itu.

“Sebelum bangun panggung, seharusnya BPD memastikan dulu tanahnya sah dihibahkan. Sekarang uang negara sudah keluar, tapi hasilnya tak bisa dimanfaatkan. Ini jelas merugikan negara,” tegas Rahman.

Sementara itu, Ketua BPD Desa Ayula, Ronal Pakaya, mengakui bahwa pihaknya sempat diyakinkan oleh pemerintah desa kala itu bahwa surat hibah tanah sudah ada. Namun setelah dilakukan penelusuran ulang, kenyataannya berbeda jauh dari yang disampaikan.

“Kami waktu itu percaya karena kepala desa meyakinkan kami bahwa tanah sudah dihibahkan. Tapi setelah kami cek, tidak ada surat hibah sama sekali,” ungkap Ronal dengan nada kecewa.

Kasus ini pun memunculkan pertanyaan serius: mengapa proyek bisa berjalan tanpa dasar hukum kepemilikan tanah yang jelas? Apalagi, dana desa yang digunakan merupakan uang rakyat yang semestinya memberikan manfaat bagi warga.

Secara prinsip tata kelola pemerintahan, pembangunan fasilitas desa di atas tanah tanpa dokumen hibah atau bukti kepemilikan yang sah dapat berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Masyarakat kini mendesak agar Inspektorat Kabupaten Pohuwato dan aparat penegak hukum segera turun tangan melakukan audit dan penyelidikan. Sebab, setiap rupiah dari Dana Desa harus dipertanggungjawabkan, bukan dibiarkan menjadi bangunan kosong tanpa manfaat.

“Bangunan boleh berdiri, tapi kalau tak bisa dipakai, itu sama saja dengan membuang uang rakyat,” tutup salah satu warga dengan nada geram.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *