Pressure news.Com- Randangan
Sebelumnya masyarakat Desa Ayula dihebohkan dengan kasus panggung kesenian yang terkesan mubazir dan tidak memiliki surat hibah tanah, sehingga berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara.
Kini, belum reda sorotan publik atas kasus tersebut, muncul lagi persoalan baru yang tak kalah serius: dugaan penyimpangan dana Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Ayula. Sabtu (1/11/2025)
Dugaan ini mencuat karena hingga saat ini tidak ada kejelasan arah penggunaan dana ratusan juta rupiah yang digelontorkan untuk pengembangan BUMDes di masa pemerintahan Kepala Desa berinisial Z.Y.
Data yang dihimpun menyebutkan, pada tahun 2018, BUMDes Ayula menerima penyertaan modal awal sebesar Rp72.500.000, kemudian pada tahun 2019 kembali menerima tambahan dana sebesar Rp50.000.000 yang bersumber dari bantuan pusat.
Namun, total dana Rp122.500.000 tersebut hingga kini belum memiliki laporan pertanggungjawaban yang transparan dan jelas.
BUMDes yang saat itu dipimpin oleh F.N. selaku Ketua BUMDes diduga tidak menjalankan kegiatan usaha sebagaimana Mekanismenya. Tidak ada aktivitas ekonomi Sampai Saat ini, tidak ada laporan hasil usaha, bahkan sebagian warga menilai BUMDes Ayula Saat itu “mati suri” tanpa kejelasan arah.
Salah satu warga, Rahman Mohune, yang selama ini dikenal kritis terhadap pengelolaan dana desa, menegaskan bahwa BPD harus turun tangan dan tidak hanya menjadi penonton.
“Baru saja heboh soal panggung kesenian yang tak jelas manfaatnya, sekarang muncul lagi kasus BUMDes. BPD dan aparat hukum jangan cuma makan gaji buta. Ini uang rakyat, bukan uang pribadi!” tegas Rahman dengan nada kesal.
Desakan tersebut diamini oleh Ketua BPD Ayula, Ronal Pakaya, yang menegaskan bahwa lembaganya siap mengawal persoalan ini hingga tuntas.
“Kami akan kembali menindaklanjuti laporan lama yang sudah pernah kami sampaikan ke Inspektorat dan Kejaksaan Negeri Pohuwato sejak 2020. Kami ingin ada audit menyeluruh, agar masyarakat tahu ke mana uang desa mereka sebenarnya mengalir,” ujar Ronal.
Sementara itu, salah satu pemerintah desa Ayula yang enggan disebutkan namanya mengakui bahwa pihaknya tidak pernah menerima laporan resmi terkait pengelolaan maupun hasil usaha BUMDes tersebut.
“Selama ini tidak ada transparansi dari pengurus. Pemerintah desa sudah berusaha membina, tapi tanpa laporan dan kegiatan yang jelas, sulit untuk melakukan evaluasi,” ujarnya.
Sesuai Permendagri Nomor 39 Tahun 2010, pengelolaan BUMDes wajib dilakukan secara transparan dan akuntabel. Jika terbukti ada penyalahgunaan dana, maka pihak terkait dapat dikenai sanksi hukum dan administratif.
Kini masyarakat Ayula menunggu langkah nyata dari Inspektorat Daerah Pohuwato dan Kejaksaan Negeri Pohuwato untuk mengusut tuntas dugaan penyimpangan dana BUMDes yang mencapai ratusan juta rupiah tersebut.
“Kami hanya ingin kejelasan dan keadilan. Jangan sampai uang rakyat lenyap tanpa bekas,” pungkas Rahman Mohune








